Halaqah 01: Pengantar Penjelasan Kitab Nawaqidul Islam (Bagian 1)
Materi HSI pada halaqah ke-1 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Nawaqidul Islam adalah tentang pengantar penjelasan kitab Nawaqidul Islam bagian 1. Insya Allah kita akan mempelajari bersama kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab.
Penulis kitab ini adalah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At Tamimi yang lahir pada tahun 1115 H di Uyainah, sebuah daerah di Jazirah Arab.
Beliau lahir di tengah-tengah keluarga yang sangat memperhatikan ilmu agama. Beliau memulai menghafal Al Qur’an sejak kecil, sehingga beliau pun menyelesaikan hafalannya sebelum berumur 10 tahun. Kemudian mulailah beliau menuntut berbagai cabang ilmu agama, seperti tafsir, fiqih, akidah, dan lain-lain.
Diantara guru pertama beliau adalah Syeikh Abdul Wahab bin Sulaiman, bapak beliau sendiri. Kemudian setelah itu, beliau rahimahullah melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu, pergi ke kota Mekkah, Madinah, Baghdad, dan kota lainnya.
Ketika beliau pergi ke kota Madinah, beliau mengambil ilmu dari Syeikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As Sindi. Dan hampir beliau melakukan perjalanan ke Syam. Tetapi karena suatu sebab, beliau tidak bisa pergi ke sana.
Beliau menghabiskan waktunya untuk mempelajari ilmu agama dan mengajarkannya kepada orang lain.
Selain kitab Nawaqidul Islam ini, beliau juga memiliki kitab-kitab yang lain yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin, diantaranya:
- Kitabut Tauhid
- Kasyfu Syubuhat
- Al Ushulu Sittah
- Al Ushulu Tsalatsah
- Mukhtashar Zadil Ma’ad
- Dan kitab-kitab yang lain
Syeikh meninggal dunia pada tahun 1206 H di usia sekitar 91 tahun, setelah menghabiskan waktu dan hidupnya dengan mempelajari ilmu agama, mengajar, dan berdakwah.
Kitab Nawaqidul Islam yang akan kita pelajari adalah kitab yang sangat ringkas, hanya terdiri dari beberapa halaman saja. Meskipun demikian, kitab ini mengandung perkara-perkara yang penting, yang seharusnya diketahui oleh seorang muslim.
Nawaqid artinya adalah pembatal-pembatal. Jamak dari Naqidun yang artinya pembatal atau perusak.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِی نَقَضَتۡ غَزۡلَهَا مِنۢ بَعۡدِ قُوَّةٍ أَنكَـٰثࣰا
[Surat An-Nahl 92]
“Janganlah kalian seperti seorang wanita yang merusak (mencerai beraikan) pintalannya, setelah dia kuat.”
Kata نَقَضَتۡ artinya merusak atau mencerai beraikan.
Lalu Allah mengatakan,
ٱلَّذِینَ یَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مِیثَـٰقِهِۦ
[Surat Al-Baqarah 27]
“Yaitu orang-orang yang merusak/membatalkan perjanjian mereka dengan Allah setelah mereka berjanji kepada Allah.”
Ayat ini menceritakan tentang sifat orang yang merusak perjanjian mereka kepada Allah. Mereka berjanji kepada Allah dengan sebuah janji, kemudian membatalkannya dan merusaknya.
Di dalam kitab fiqih ada istilah Nawaqidul Wudhu (perusak-perusak wudhu). Artinya amalan-amalan atau perkara-perkara yang membatalkan wudhu seseorang.
Adapun Islam di sini, maka maksudnya adalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam, yang memiliki lima rukun.
Dan Islam, secara bahasa adalah mashdar dari kata اَسلَمَ – يُسلِمُ (aslama – yuslimu) artinya di dalam Bahasa Arab adalah menyerahkan.
Agama Islam dinamakan sebagai agama penyerahan, karena orang yang masuk dalam agama Islam berarti dia telah siap dan bersedia menyerahkan ibadahnya hanya kepada Allah, siap untuk taat kepada Allah, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.
Seorang Nasrani yang dahulunya dia menyembah Allah, Nabi Isa, dan Maryam, maka ketika dia masuk Islam, dia harus menyerahkan ibadahnya hanya kepada Allah dan meninggalkan peribadatan kepada Nabi Isa dan Maryam.
Seseorang ketika masuk ke dalam agama Islam dengan dua kalimat syahadat, maka dengannya dia dianggap sebagai seorang muslim, dijaga darahnya, kehormatannya, sebagaimana sabda Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ و أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan dan bersyahadat laailaha illallaah dan bersyahadat Muhammad Rasulullah, kemudian mendirikan sholat, membayar zakat. Maka apabila mereka melakukan itu semua, sungguh mereka telah menjaga dariku darah mereka dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam. Dan hisab mereka adalah atasAllah.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Keislaman tersebut bisa batal apabila melakukan satu diantara Nawaqidul Islam. Dan pembatal-pembatal keislaman ada yang berupa ucapan, keyakinan di dalam hati, dan perbuatan anggota badan.
Pembatal berupa ucapan, seperti orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya, berdo’a kepada selain Allah, dan lain-lain, yang nanti akan datang penjelasannya, Insya Allah.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa di sana ada ucapan yang bisa menjadikan seseorang kufur adalah firman Allah,
وَلَقَدۡ قَالُوا۟ كَلِمَةَ ٱلۡكُفۡرِ وَكَفَرُوا۟ بَعۡدَ إِسۡلَـٰمِهِمۡ
[Surat At-Tawbah 74]
“Dan sungguh mereka (yaitu orang-orang munafik) telah mengucapkan ucapan yang kufur. Dan mereka telah kufur setelah keislaman mereka.”
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Nawaqidul Islam]