Halaqah 16: Penjelasan Pokok Keempat Kitab Ushulussittah (Bagian 3)
Materi HSI pada halaqah ke-16 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab kitab Ushulussittah adalah tentang penjelasan pokok keempat kitab Ushulussittah bagian 3. Kemudian beliau (rahimahullah) mengatakan:
وَبَيَانُ مَنْ تَشَبَّهَ بِهِمْ وَلَيْسَ مِنْهُمْ
Dan penjelasan siapa orang yang menyerupai mereka (para ulama), baik menyerupai pakaiannya (misalnya) atau menyerupai ucapannya atau menyerupai perilakunya, atau menyerupai karena mereka memiliki pengikut yang banyak. Padahal mereka bukan termasuk ulama.
Kata beliau ini perlu dijelaskan dan ini adalah termasuk perkara yang penting, menjelaskan kepada umat tentang siapa ulama dan siapa yang bukan ulama.
Apalagi dizaman sekarang hanya sekedar seseorang berani untuk berpidato atau berani untuk tampil kedepan atau dibesar-besarkan oleh media atau dia bisa menghapal satu ayat atau dua ayat atau sekedar memiliki pakaian yang berbeda dengan yang lain, memakai pakaian yang bisa dipakai oleh para ulama dan dia berani untuk tampil kedepan kemudian dianggap dan diyakini bahwasanya dia seorang yang ‘alim atau seorang ulama.
Dan ini adalah termasuk usaha iblis untuk menyesatkan manusia, dan orang yang seperti ini, apa yang dia rusak ini lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.
Karena apabila seorang dianggap oleh manusia sebagai seorang ulama kemudian dia berfatwa, maka fatwa yang datang dari nya dikhawatirkan adalah fatwa yang tidak berdasarkan ilmu, tidak berdasarkan Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Maka siapa yang lebih zhalim daripada orang yang membuat kedustaan atas nama Allah”
Allah menghalalkan kemudian dia mengatakan haram diantara manusia, Allah mengatakan ini disunnahkan kemudian dia mengatakan ini adalah sesuatu yang tidak disunnahkan.
Untuk menyesatkan manusi tanpa dasar ilmu, oleh karena itu hendaklah seorang muslim dan muslimah waspada didalam masalah ini.
Ilmu yang akan kita ambil adalah agama kita, oleh karena itu kita melihat dari siapa kita mengambil agama ini, sebagaimana ucapan sebagian salaf.
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, ilmu yang kita tuntut kita baca, kita pelajari adalah agama kita, maka hendaklah kalian melihat dari siapa kalian mengambil agama kalian”
Seseorang ketika ingin mencari pengetahuan-pengetahuan dunia maka dia akan melihat dari siapa dia mengambil pengetahuan tersebut.
Seseorang ingin mahir dalam komputer, maka dia akan mencari orang yang mahir (yang benar-benar paham) yang dikenal tentang ilmunya didalam masalah komputer.
Maka bagaimana dengan ilmu agama yang berkaitan dengan kebahagiaan kita di dunia maupun di akhirat.
Kemudian beliau mengatakan:
وَقَدْ بَيَّنَ اللهُ تَعَالَى هَذَا الْأَصْلَ فِيْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ قَوْلِهْ: يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ وَإِيَّٰيَ فَٱرۡهَبُونِ. إِلَى قَوْلِهِ قَبْلَ ذِكْرِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : {يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ …. الآية
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan perkara ini didalam awal surat Al Baqarah yaitu dari firman Allah
يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ
Sampai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum menyebutkan Ibrahim alayhissallam يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ beliau rahimahullah ingin menjelaskan kepada kita tentang makna ilmu dengan mengambil dalil dari awal surat Al Baqarah (yaitu) ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang bani Israil yang telah diturunkan kepada mereka Al Kitab yaitu kitab Taurat dan telah diutus kepada mereka para rasul.
Jadi mereka adalah orang-orang yang berilmu, oleh karena itu dinamakan dengan ahlul kitab diturunkan kepada mereka Al Kitab Al Munazal akan tetapi ternyata bani Israil mereka tidak mengamalkan apa yang mereka ilmui.
Mengenal Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam akan tetapi tidak beriman dengan beliau.
Mereka mengenal Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, mengenal anaknya, kapan lahirnya, bagaimana sifatnya, namun mereka tidak beriman dengan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Mengenal bahwasanya Muhammad adalah Nabi yang hak yang dikabarkan didalam kitab mereka, akan tetapi tidak mengikuti beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam.
وَلَمَّا جَآءَهُمْ كِتَـٰبٌۭ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٌۭ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا۟ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُوا۟ كَفَرُوا۟ بِهِۦ ۚ فَلَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلْكَـٰفِرِينَ
Dan ketika datang kepada mereka (orang-orang bani Israil) kitabun mushaddiqun lima ma’ahum (sebuah kitab dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membenarkan apa yang ada pada mereka) setelah datang Al Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam yang isinya adalah membenarkan apa yang ada didalam kitab meraka.
وَكَانُوا۟ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟
Dan sebelumnya orang-orang Yahudi, orang-orang bani Israil, mereka mengancam orang-orang kafir dari musyrikin yaitu orang-orang musyrikin yang ada di kota Madinah ini.
Orang-orang Yahudi dahulu tinggal disini dikota Madinah berdampingan dengan orang-orang musyrikin sebelum mereka masuk Islam.
Orang-orang Yahudi sering mengancam dan mengatakan kepada orang-orang musyrikin sebentar lagi akan datang seorang nabi dan kami akan memerangi kalian bersama nabi tersebut.
Kami akan beriman dengan nabi tersebut dan kami akan memerangi kalian bersama nabi tersebut. Tetapi ketika datang apa yang mereka ketahui datang Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersama beliau Al Qur’an, tiba-tiba mereka kufur dan mengingkari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Mengatakan bahwasanya beliau adalah seorang pendusta, mengatakan bahwasanya dia bukan nabi yang dimaksud, karena kesombongan mereka, padahal mereka sangat tahu bahwasanya itu adalah seorang nabi dan itu adalah nabi yang dimaksud didalam kitab mereka.
Bahkan sebagian mereka mengutus seseorang kekota Mekkah saat itu untuk menanyakan kepada beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam tiga perkara, dimana tiga perkara ini tidak mungkin menjawabnya kecuali seorang nabi.
Ditanyakan kepada beliau tentang;
- Ashabul kahfi
- Dzulqarnain.
Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat Al Kahfi beliau bisa menjawab itu semua. Tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut, kecuali seorang nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tahu bahwasanya itu adalah seorang nabi atau nabi yang diutus dan yang dimaksud olah Allah Subhanahu wa Ta’ala didalam kitab mereka.
Tapi mereka mengingkari dan kufur karena kesombongan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ
“Wahai bani Israil hendaklah kalian mengingat kenikmatanku yang telah aku berikan kepada kalian”(QS. Al Baqarah: 40)
Kalian telah diberikan kitab, diutus kepada kalian rasul dan disebutkan didalam ayat-ayat selanjutnya bagaimana kenikmatan yang Allah berikan kepada bani Israil.
Dahulu mereka dalam cengkraman Fir’aun kemudian diutus Musa alayhissallam dan diselamatkan dari Fir’aun dan mereka melihat bagaimana Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian diberikan mereka al ardhu muqadasah (tanah yang suci) dan mereka diperintahkan untuk masuk kedalamnya dan kenikmatan-kenikmatan yang lain, yang banyak yang Allah berikan kepada bani Israil.
Supaya apa?
Ketika mereka mengingat kenikmatan tersebut mereka mau beriman dengan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Cara bersyukurnya adalah dengan cara beriman dengan rasul terakhir yang Allah utus kepada mereka.
Sampai firman Allah:
قَبْلَ ذِكْرِ إِبْرَاهِيْمَ
Yaitu sebelum ayat,
وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِـۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَـٰتٍۢ فَأَتَمَّهُنَّ
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَـٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتِىَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّى فَضَّلْتُكُمْ عَلَى ٱلْعَـٰلَمِينَ
“Wahai bani Israil, ingatlah kenikmatan yang telah aku berikan kepada kalian dan sesungguhnya aku telah memuliakan kalian diatas alam ini (diatas manusia yang lain).”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bani Israil tentang kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka dengan harapan mereka mau beriman dan bersyukur dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. (QS. Al Baqarah: 47)
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]