Halaqah 23: Penjelasan Pokok Keenam Kitab Ushulussittah (Bagian 2)
Materi HSI pada halaqah ke-23 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab kitab Ushulussittah adalah tentang penjelasan pokok keenam kitab Ushulussittah bagian 2. Apa itu mujtahid?
Mereka mengatakan yang dimaksud dengan mujtahid adalah yang memiliki sifat ini dan itu, sifat-sifat yang mungkin tidak dimiliki oleh seseorang seperti Abu Bakar dan Umar.
Sebagian mereka mengatakan seorang mujtahid yang boleh memahami Al Qur’an, yang boleh memahami hadits, maka dia harus menghapal seluruh hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Dan ini belum tentu dimiliki oleh seseorang yang paling afdhal diantara kaum muslimin seperti Abu Bakar dan Umar kata beliau.
Karena seperti Abu Bakar radhiyallahu ta’ala ‘anhu, tidak semua hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sampai kepada beliau radhiyallahu ta’ala ‘anhu, disana ada beberapa hadits yang tidak sampai kepada Abu Bakar radhiyallahu ta’ala ‘anhu (seperti) ketika beliau didatangi oleh seorang nenek yang bertanya tentang bagiannya dari harta warisan.
Dan ketika ditanya, maka Abu Bakar radhiyallahu ta’ala ‘anhu tidak mengetahui tentang bagian seorang nenek dari harta warisan.
Kemudian sebagian shahabat mengabarkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memberi seorang nenek 1/6 dari harta warisan.
Menunjukkan bahwasanya tidak semua hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sampai kepada Abu Bakar radhiyallahu ta’ala ‘anhu.
Demikian pula Umar ada bebapa hadits yang tidak sampai kepada beliau, sebagaimana ketika sebagian shahabat mengabarkan tentang haditsul istidzan.
Hadits yang isinya adalah diantara adab meminta izin ketika bertamu, apabila seseorang mengetuk pintu 3 kali maka hendaklah dia meninggalkan rumah tersebut.
Dan ini tidak diketahui oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ta’ala ‘anhu, menunjukkan bahwasanya ada beberapa hadits yang tidak sampai kepada Umar bin Khaththab.
Demikian pula ketika beliau radhiyallahu ta’ala ‘anhu bersama sebagian shahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, ketika mereka akan memasuki kota Syam, dizaman ke khalifahan Umar bin Khaththab.
Namun ternyata disana ada tha’un (tersebar wabah penyakit) sehingga saat itu para shahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum diajak bermusyawah oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ta’ala ‘anhu,
“Apakah kita akan pulang kembali ke kota Madinah atau kita terus memasuki kota Syam yang disitu sedang tersebar wabah penyakit (sedang tersebar tha’un)”.
Para shahabat saling bermusyawah kemudian setelah itu datang Abdurrahman bin Auf, mengabarkan kepada Umar bin Khaththab bahwasanya saya punya ilmu didalam masalah ini.
Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa mendengar atau barangsiapa yang berada didalam sebuah kota yang didalamnya ada tha’un maka janganlah dia keluar dari kota tersebut, dan apabila dia berada diluar maka janganlah dia memasuki kota tersebut”
Demikianlah makna dari hadits yang disampaikan oleh Abdurrahman bin Auf. Dan ini sesuai dengan ijtihad Umar saat itu yang memang setelah bermusyawarah beliau mengambil pendapat dan menguatkan pendapat untuk kembali ke kota Madinah.
Ini menunjukkan bahwa ada sebagian hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang tidak sampai kepada Abu Bakar dan juga Umar radhiyallahu ta’ala ‘anhuma tetapi diketahui dan sampai kepada shahabat yang lain.
Dan ini sebagian orang mengatakan bahwasanya seorang mujtahid harus menghapal seluruh hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, yang ini kata beliau mungkin tidak didapatkan secara sempurna pada seseorang seperti Abu Bakar dan Umar.
Dan tujuan ucapan ini adalah:
- Untuk memalingkan manusia dari Al Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
- Supaya mereka tidak mau memahami Al Qur’an dan hadits.
- Supaya mereka didalam agamanya hanya melakukan taqlid buta yang tercela.
Kemudian beliau mengatakan:
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ الْإِنْسَانُ كَذَلِكَ فَلْيُعْرِضْ عَنْهُمَا فَرْضًا حَتْمًا لَا شَكَّ وَلَا إِشْكَالَ فِيْهِ
Kemudian dia mengatakan apabila seseorang tidak memiliki sifat-sifat ini, maka hendaklah dia berpaling dari Al Qur’an dan Sunnah tersebut, dan ini adalah wajib yang tidak ada keraguan didalamnya dan tidak ada masalah didalamnya.
Ini adalah ucapan sebagian orang, apabila seseorang tidak memiliki syarat-syarat tersebut, maka hendaklah dia berpaling dari Al Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dan ini menurut mereka adalah kewajiban.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]