Halaqah 03: Kedudukan Iman dengan Takdir di dalam Agama Islam
Materi HSI pada halaqah ke-3 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy adalah tentang kedudukan iman dengan takdir di dalam agama islam. Iman dengan takdir Allah memiliki kedudukan yang tinggi di dalam agama Islam.
Diantara yg menunjukkan ketinggian kedudukannya:
1. Beriman dengan takdir termasuk diantara enam Rukun Iman yang harus diimani dan pokok aqidah yang harus diyakini yang tidak sah iman seorang hamba tanpanya.
2. Beriman yang benar dengan takdir Allah yang mencakup: beriman dengan Ilmu Allah, penulisan-Nya, kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya termasuk bagian dari Mentauhidkan Allah di dalam Rububiyah dan sifat-sifat-Nya, karena Al Qadha (memutuskan) dan Al Qadar (menentukan) adalah termasuk pekerjaan Allah dan pekerjaan Allah adalah termasuk sifat-sifat-Nya. Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir maka dia bukan seseorang yang meng-Esa-kan Allah di dalam Rububiyah-Nya dan ini membawa pengaruh buruk pada Tauhid Uluhiyahnya.
Adapun orang yang beriman dengan Al Qadha dan Al Qadar maka akan terjaga Tauhid Rububiyah-Nya dan Uluhiyahnya.
Berkata Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma,
“Takdir adalah aturan Tauhid, barangsiapa mengesakan Allah dan beriman dengan takdir maka inilah tali yang kuat yang tidak akan terlepas. Dan barangsiapa mentauhidkan Allah dan mendustakan takdir maka dia telah melepaskan tauhidnya.” [Atsar ini dikeluarkan oleh Al Firyabi di dalam Kitab Beliau Al Qadar hal 143]
Yang dimaksud dengan takdir adalah aturan Tauhid yaitu beriman dengan takdir menjadikan teratur dan lurus tauhid seseorang.
3. Beriman dengan takdir Allah adalah beriman dengan Qudratullah (kemampuan Allah). Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir berarti dia tidak beriman dengan Qudratullah.
Berkata Zaid Ibnu Aslam,
“Takdir adalah kemampuan Allah azza wajalla, barangsiapa yang mendustakan takdir maka dia telah mengingkari kemampuan Allah azza wajalla.” [Atsar ini diriwayatkan oleh Al Firyabi di dalam Kitab Beliau Al Qadar hal 144].
4. Beriman dengan takdir berkaitan dengan hikmah Allah, Ilmu-Nya, Kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari takdir berarti dia telah mengingkari Ilmu Allah, Kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya.
5. Beriman yang benar dengan takdir Allah akan membuahkan kebaikan yang banyak dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebagaimana akan datang penyebutannya di halaqah-halaqah yang terakhir dari silsilah ini. Dan kebodohan tentang beriman dengan takdir ataupun kesalahpahaman menyebabkan berbagai penyimpangan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
6. Beriman dengan takdir adalah aqidah seluruh para Nabi dan para pengikut mereka.
Allah berfirman tentang Nabi Nuh alaihissalam,
“Nuh berkata sesungguhnya Allah-lah yang akan mendatangkan tanda kekuasaan-Nya apabila Dia menghendaki.”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail alaihissalam,
“Ismail berkata, wahai bapakku kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar apabila Allah menghendaki.”
Dan Allah berfirman tentang Nabi Musa alaihissalam,
“Musa berkata, wahai Rabb-ku seandainya Engkau menghendaki niscaya Engkau telah menghancurkan mereka dan diriku sebelum ini.”
Tiga ayat di atas menunjukkan keimanan para Nabi alaihimussallam terhadap takdir Allah azza wajalla.
7. Diantara yg menunjukkan ketinggian kedudukan beriman dengan takdir di dalam agama Islam bahwa takdir berkaitan langsung dengan kehidupan manusia setiap harinya, seperti: sehat, sakit, kaya, miskin, kuat, lemah, bahagia, sengsara, nikmat, adzab, hidayah, kesesatan dll
1. Beriman dengan takdir termasuk diantara enam Rukun Iman yang harus diimani dan pokok aqidah yang harus diyakini yang tidak sah iman seorang hamba tanpanya.
2. Beriman yang benar dengan takdir Allah yang mencakup: beriman dengan Ilmu Allah, penulisan-Nya, kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya termasuk bagian dari Mentauhidkan Allah di dalam Rububiyah dan sifat-sifat-Nya, karena Al Qadha (memutuskan) dan Al Qadar (menentukan) adalah termasuk pekerjaan Allah dan pekerjaan Allah adalah termasuk sifat-sifat-Nya. Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir maka dia bukan seseorang yang meng-Esa-kan Allah di dalam Rububiyah-Nya dan ini membawa pengaruh buruk pada Tauhid Uluhiyahnya.
Adapun orang yang beriman dengan Al Qadha dan Al Qadar maka akan terjaga Tauhid Rububiyah-Nya dan Uluhiyahnya.
Berkata Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma,
” الْقَدَرُ نِظَامُ التَّوْحِيدِ ، فَمَنْ وَحَّدَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَآمَنَ بِالْقَدَرِ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى الَّتِي لا انْفِصَامَ لَهَا ، وَمَنْ وَحَّدَ اللَّهَ تَعَالَى وَكَذَّبَ بِالْقَدَرِ نَقْضَ التَّوْحِيدَ ” .
“Takdir adalah aturan Tauhid, barangsiapa mengesakan Allah dan beriman dengan takdir maka inilah tali yang kuat yang tidak akan terlepas. Dan barangsiapa mentauhidkan Allah dan mendustakan takdir maka dia telah melepaskan tauhidnya.” [Atsar ini dikeluarkan oleh Al Firyabi di dalam Kitab Beliau Al Qadar hal 143]
Yang dimaksud dengan takdir adalah aturan Tauhid yaitu beriman dengan takdir menjadikan teratur dan lurus tauhid seseorang.
3. Beriman dengan takdir Allah adalah beriman dengan Qudratullah (kemampuan Allah). Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir berarti dia tidak beriman dengan Qudratullah.
Berkata Zaid Ibnu Aslam,
القدر قدرة الله عز وجل ، فمن كذب بالقدر؛ فقد جحد قدرة الله عز وجل
“Takdir adalah kemampuan Allah azza wajalla, barangsiapa yang mendustakan takdir maka dia telah mengingkari kemampuan Allah azza wajalla.” [Atsar ini diriwayatkan oleh Al Firyabi di dalam Kitab Beliau Al Qadar hal 144].
4. Beriman dengan takdir berkaitan dengan hikmah Allah, Ilmu-Nya, Kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari takdir berarti dia telah mengingkari Ilmu Allah, Kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya.
5. Beriman yang benar dengan takdir Allah akan membuahkan kebaikan yang banyak dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebagaimana akan datang penyebutannya di halaqah-halaqah yang terakhir dari silsilah ini. Dan kebodohan tentang beriman dengan takdir ataupun kesalahpahaman menyebabkan berbagai penyimpangan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
6. Beriman dengan takdir adalah aqidah seluruh para Nabi dan para pengikut mereka.
Allah berfirman tentang Nabi Nuh alaihissalam,
قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ…
[QS Hud 33] “Nuh berkata sesungguhnya Allah-lah yang akan mendatangkan tanda kekuasaan-Nya apabila Dia menghendaki.”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail alaihissalam,
… ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
[QS Ash-Shaffat 102] “Ismail berkata, wahai bapakku kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar apabila Allah menghendaki.”
Dan Allah berfirman tentang Nabi Musa alaihissalam,
… قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ ۖ…
[QS Al-A’raf 155] “Musa berkata, wahai Rabb-ku seandainya Engkau menghendaki niscaya Engkau telah menghancurkan mereka dan diriku sebelum ini.”
Tiga ayat di atas menunjukkan keimanan para Nabi alaihimussallam terhadap takdir Allah azza wajalla.
7. Diantara yg menunjukkan ketinggian kedudukan beriman dengan takdir di dalam agama Islam bahwa takdir berkaitan langsung dengan kehidupan manusia setiap harinya, seperti: sehat, sakit, kaya, miskin, kuat, lemah, bahagia, sengsara, nikmat, adzab, hidayah, kesesatan dll
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Beriman Dengan Takdir Allah]