Halaqah 119: Pembahasan Dalil Pertama Hadits Irbadh (Bagian 5)
Halaqah yang ke-119 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Namun sebaliknya ketika rakyat tidak melakukan kewajibannya, tidak mendengar dan taat, bahkan menarik kembali baiatnya kepada penguasa, memberontak, mengangkat senjata kepada penguasanya akhirnya penguasa pun tidak tinggal diam, berusaha untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan yang terjadi sehingga terkadang orang yang tidak ikut-ikutan pun juga terkena korbannya, yang ini dicurigai, yang itu dianggap sedang membuat rencana dan seterusnya akhirnya terjadi fitnah yang besar, kekacauan.
Dan di tengah kekacauan tadi ada sebagian orang yang mungkin tidak bertanggung jawab berusaha untuk mencari kesempatan dalam kesempitan, menjarah, memperkosa, mengambil sesuatu yang bukan haknya, karena itu mereka lakukan ketika terjadi kekacauan, sudah tidak ada tentara misalnya, sekolah ini ditinggalkan oleh murid-muridnya, oleh gurunya, dan seterusnya yang ada adalah barang-barang berharga diambil oleh orang, karena mereka lari dalam keadaan ketakutan, antum bisa bayangkan apa yang terjadi ketika terjadi kekacauan tadi.
Maka jangan berharap ketika dalam keadaan kacau tadi, jangan berharap antum bisa ke mesjid dalam keadaan tenang, jangan berharap kita bisa bisnis membuka warung, membuka toko dalam keadaan kita tenang, sampai yang online pun kalau dalam keadaan kacau internet tidak jalan, pihak pengiriman juga tidak jalan, mungkin dari pihak pesawat terbang juga tidak beroperasi dan seterusnya, semua kegiatan baik yang berkaitan dengan ekonomi maupun dunia maupun agama bisa terhambat dengan sebab kekacauan ini.
Oleh karena itu tidak heran apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan ini adalah wasiat yang kedua setelah wasiat dengan taqwa kepada Allah ﷻ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
Aku wasiatkan kalian untuk mendengar dan taat, dan wasiat mendengar dan taat pada asalnya masuk di dalam wasiat bertaqwa. Tadi kita sebutkan bahwasanya taqwa ini kalimat yang jami’ah mencakup didalamnya seluruh kebaikan, termasuk diantaranya mendengar dan taat kepada penguasa ini masuk di dalam wasiat bertaqwa kepada Allah ﷻ. Ketika Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menyendirikan dan dikeluarkan secara tersendiri dan dikhususkan penyebutannya menunjukkan tentang pentingnya wasiat tadi.
Kita misalnya mengatakan kepada anak kita ketika kita mau pergi, tolong adik-adiknya dijaga, dijaga si fulan, padahal si fulan tadi masuk di dalam kalimat adik-adiknya tapi dia ulangi lagi untuk menegaskan supaya memiliki perhatian yang lebih kepada si fulan, karena dia sakit atau dia lumpuh dan seterusnya maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengulang kembali dan menjadikan wasiat tersendiri menunjukkan tentang kedudukan dan pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa di dalam agama kita, ditambah lagi Beliau shallallahu 'alaihi wasallam kuatkan
وَإنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
Meskipun yang menguasai kalian adalah seorang budak, ini menunjukkan tentang penguatan lagi, meskipun, meskipun yang menguasai kalian adalah seorang budak. Orang Arab sebagaimana kita tahu bahasanya yang namanya budak ini memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada orang-orang yang merdeka, mereka yang disuruh, mereka yang diperintahkan, mereka yang dijual, mereka yang dibeli, mereka yang dibentak, itu adalah keadaan seorang budak. Tentunya apabila budak yang sebenarnya keadaannya adalah diperintahkan suatu saat dia menjadi yang memerintahkan kita, ini adalah perkara yang berat bukan perkara yang ringan, dia menyuruh kita, biasanya kita yang menyuruh kok dia yang menyuruh, seandainya itu terjadi padahal itu adalah perkara yang berat maka nasehat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan wasiat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
Kalian tetap diwajibkan untuk mendengar dan taat kepada penguasa, meskipun berat hati kita, mungkin benci hati kita tapi harus mendengar dan taat sesuai dengan wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka kita ingat bahwasanya ini adalah wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kalau memang kita cinta kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam maka laksanakanlah wasiat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, kita harus dahulukan ucapan dan wasiat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam di atas hawa nafsu kita, di atas ucapan seluruh manusia
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semua manusia, meskipun si fulan tidak mendengar dan taat kepada penguasa, si fulan memberontak kepada penguasa, kita jangan dahulukan ucapan mereka dan perilaku mereka di atas wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Untuk kepentingan kita sendiri, mendengar dan taatnya kita kepada penguasa bukan untuk memberikan kenikmatan kepada penguasa, bukan, maksudnya adalah untuk maslahat kita sendiri, kita yang akan menuai hasil dari mendengar dan taat kita kepada penguasa.
Terkadang di hari-hari biasa mungkin kaidah-kaidah seperti ini mudah untuk di sampaikan tapi belum tentu ketika terjadi fitnah yang disitu akan kelihatan siapa yang shadiq diantara kita dan siapa yang kadzib. Banyak orang di dalam hari-hari biasa dia bisa menyebutkan kaidah-kaidah seperti ini namun menjadi hilang separuh dari akalnya atau bahkan seluruh akalnya ketika dia sendiri yang terdzholimi, ketika dia sendiri yang mungkin melihat orang tuanya melihat keluarganya terdzholimi, kemudian panas hatinya dan dendam kemudian lupa dengan dalil-dalil yang mengharuskan dia untuk mendengar dan taat kepada penguasa, al-muwaffaq man wafaqahullah, orang yang diberikan taufik adalah orang yang diberikan taufik oleh Allah ﷻ.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]