Halaqah 124: Pembahasan Dalil Terakhir Atsar Ibnu Mas’ud (Bagian 2)
Halaqah yang ke-124 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Atsar yang terakhir yang disebutkan oleh beliau didalam bab ini, dan ini adalah atsar yang terakhir dalam kitab ini yaitu atsar dari Abdullah bin Mas’ud.
Abu Musa mengatakan
قَالَ: رَأَيْتُ فِي المَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا
Maksud ucapan beliau ini إِنْ عِشْتَ فَسَتَرَاهُ maksudnya engkau akan melihat sendiri bagaimana hakikatnya, hakikat dari apa yang aku lihat tadi, kemudian beliau menceritakan gambaran, inilah yang aku lihat tadi
رَأَيْتُ فِي المَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا
Aku melihat di dalam mesjid sebuah kaum yang mereka membuat halaqah-halaqah, lingkaran-lingkaran جُلُوسًا mereka membuat lingkaran dalam keadaan mereka duduk, bukan dalam keadaan berdiri tapi dalam keadaan duduk dan melingkar dan itu ada beberapa halaqah
يَنْتَظِرُونَ الصَّلَاةَ
mereka dalam keadaan menunggu shalat (subuh)
فِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُل
di dalam setiap halaqah tadi ada seseorang laki-laki, dianggap dia adalah sebagai pemimpinya
وَفِي أَيْدِيهِمْ حصًا
dan di dalam tangan-tangan mereka ada kerikil-kerikil
فَيَقُولُ
kemudian laki-laki yang ada di dalam setiap halaqah tadi yang di jadikan pemimpin dia mengatakan
كَبِّرُوا مِائَةً
Hendaklah kalian bertakbir 100 kali
فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً
akhirnya yang lain yang ada di halaqah tadi mengucapkan takbir 100 kali sesuai dengan aba-aba yang diucapkan oleh laki-laki tadi dan mereka menghitungnya dengan kerikil-kerikil tadi, Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar dan seterusnya masing-masing sudah punya hitungan sendiri-sendiri
فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً
kemudian dia mengatakan هَلِّلُوا مِائَةً hendaklah kalian bertahlil 100 kali
فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً
kemudian mereka mengucapkan lailahaillallah 100 kali
وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً
kemudian dia mengatakan hendaklah kalian bertasbih 100 kali
فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً
kemudian mereka bertasbih 100 kali
قَالَ: «فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ؟
Ketika mendengar kisah ini maka Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Abu Musa, karena beliau yang melihat dan beliau sebagai Amir kūfah
فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ؟
Apa yang engkau ucapkan kepada mereka, sebagai seorang Amir sebagai seorang pemimpin
قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ
Aku tidak mengucapkan bagi mereka sesuatu apapun karena menunggu pendapatmu, ini menunjukkan kehati-hatian Abu Musa Al Asy’ari, karena beliau melihat di situ tahlil takbir tasbih, mereka bukan main musik di masjid bukan minum minuman keras tapi mereka melakukan ibadah maka beliau menunggu pendapat dari Abdullah bin Mas’ud.
Yang menjadi sesuatu yang sangat disayangkan di sini, lihat bagaimana meremehkannya mereka terhadap sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di situ ada Abu Musa Al Asy’ari, orang yang pernah bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ada di masjid tersebut dan mereka berani untuk membuat bid’ah di dalam agama, kenapa mereka tidak bertanya kepada Abu Musa apakah demikian dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, apakah demikian dulu para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ini menunjukkan di dalam hati mereka ada maradh (penyakit), menganggap remeh para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, nanti akan sampai bagaimana akibat dari bid’ah yang kecil ini
قَالَ: «أَفَلَا أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ
Apakah engkau tidak memerintahkan mereka untuk menghitung saja kejelekan-kejelekan mereka, daripada mereka melakukan amalan-amalan tadi menghitung tasbih 100 kali takbir 100 kali tahlil 100 kali kenapa tidak ditunjukkan kepada sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, yaitu muhasabah diri mereka, menghitung kejelekan-kejelekan mereka, menghitung dosa-dosa
وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ
Dan engkau menjamin bagi mereka bahwasanya tidak akan hilang kebaikan mereka sekecil apapun. Seandainya antum tidak menghitung shalat fardu yang selama ini antum lakukan dari semenjak baligh sampai sekarang, antum lupa berapa kali antum shalat fardhu, seandainya antum lupa berapa kali antum mengucapkan lailahaillallah sejak pertama kali antum mengucapkan sampai sekarang, hilang tidak pahalanya, tidak.
Kalau kita tidak menghitung kebaikan-kebaikan tersebut jangan khawatir itu tidak akan disia-siakan oleh Allah subhanahu wata'ala tidak akan dihilangkan oleh Allah subhanahu wata'ala, makanya di sini disebutkan
وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ
seandainya kita tidak menghitung 100, 1000 atau berapa kali kita melakukan amal shaleh tersebut jangan khawatir, Allah subhanahu wata'ala tidak akan menghilangkan, tidak akan menyia-nyiakan amal shaleh tersebut. Ini lebih bermanfaat, jadi yang lebih bermanfaat seseorang adalah memuhasabah, menghitung kejelekan-kejelekan yang sudah dia lakukan, berapa kali ana melakukan dosa ini sehingga dengan dia mengingat dosanya dan semakin banyak dia mengingat dosanya semakin dia merasa takut, semakin dia memperbanyak istighfar, ini yang bermanfaat bagi seseorang, bukan dengan menghitung kebaikan-kebaikan tadi.
Ini menunjukkan fiqh dari Abdullah bin Mas’ud, yang lebih bermanfaat bagi mereka yaitu memuhasabah diri menghitung dosa-dosanya, adapun kebaikan-kebaikan tadi maka jangan khawatir itu tidak akan disia-siakan oleh Allah subhanahu wata'ala
ثُمَّ مَضَى
akhirnya beliau berjalan menuju ke masjid
وَمَضَيْنَا مَعَهُ
Dan kamipun berjalan bersama beliau, ingin tahu apa yang akan terjadi, apa yang akan dilakukan oleh alim kūfah kepada orang-orang tadi, ini diantara faedah melazimi seorang alim, dia tahu apa yang terjadi, coba seandainya dia tidur di rumahnya tidak tahu apa yang terjadi, dan dia bisa mengambil faedah apa yang terjadi pada Abu Musa Al Asy’ari, tawadhu’nya beliau dan apa ucapan atau percakapan antara Abu Musa Al Asy’ari dengan Abdullah bin Mas’ud dan apa yang terjadi sebelum subuh, ini menunjukkan berkahnya waktu tersebut sehingga bisa disampaikan kisah ini kepada kita, seandainya Amr bin Salamah dan juga yang lain ini mereka dalam keadaan terlelap dengan selimutnya maka mungkin kisah ini tidak akan sampai kepada kita, tapi mereka adalah kaum yang memang Allah subhanahu wata'ala berikan kepada mereka keutamaan yang besar dan keutamaan yang banyak.
حَتَّى أَتَى حَلْقَةً مِنْ تِلْكَ الحِلَقِ
Sampai beliau Abdullah bin Mas’ud mendatangi satu halaqah diantara halaqah-halaqah tadi, karena mungkin halaqahnya banyak, besar mesjidnya, kalau berbicara dengan semuanya mungkin tidak akan sampai, akhirnya didatangi satu halaqah saja
فَقَالَ: «مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ؟
Apa ini yang sedang aku lihat kalian melakukannya, beliau ingin tahu apa yang menjadi sebab mereka melakukan perkara ini, tidak langsung menghukumi
قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ!
Mereka mengatakan wahai Abu Abdurrahman
حصًا
Ini adalah kerikil-kerikil, karena mereka bawa kerikil dalam masjid. Mereka mengatakan ini adalah kerikil kerikil yang kami menghitung dengannya
نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ
kami menghitung dengannya takbir tahlil dan juga tasbih, itu saja tidak ada yang lain
قَالَ
maka beliau mengatakan, barulah di sini beliau lebih yakin dengan apa yang dikatakan oleh Abu Musa Al Asy’ari, benar seperti yang diucapkan oleh Abu Musa, mereka menghitung takbir tahlil dan tasbih dengan kerikil kerikil tadi
قَالَ: «فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ! فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ
maka hendaklah kalian menghitung kejelekan-kejelekan kalian saja, maka aku menjamin bahwasanya tidak akan hilang dari kebaikan kebaikan kalian sedikitpun. Apa yang tadi diucapkan kepada Abu Musa Al Asy’ari, beliau mengatakan kenapa engkau tidak mengucapkan, beliau langsung praktekkan, kalau memang tadi tidak sempat diucapkan oleh Abu Musa Al Asy’ari sekarang beliau praktekkan sendiri, beliau mengatakan kepada mereka
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ
Beliau yang mendorong dan beliau juga yang mengamalkan apa yang didakwahkan, hitunglah kejelekan-kejelekan kalian, muhasabahlah kalian, dan jangan kalian menghitung kebaikan-kebaikan seperti ini, menghitung tahlil menghitung takbir menghitung tasbih karena aku menjamin bahwasanya kebaikan-kebaikan tersebut tidak akan sia-sia di sisi Allah subhanahu wata'ala, Allah subhanahu wata'ala akan menghitungnya, kalian tidak menghitung Allah subhanahu wata'ala yang menghitung, Allah yang menghitungnya Allah subhanahu wata'ala yang mengumpulkannya dan mereka sudah melupakan yang demikian
وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ
Ini beliau berbicara tentang perkara-perkara yang di luar syariat, adapun yang disyariatkan seperti 33 kali setelah shalat, takbir kemudian tasbih tahmid maka ini kita hitung karena memang disyariatkan adapun ini maka ini bukan perkara yang disyariatkan, seseorang menghitung-hitung takbirnya tasbihnya tahlilnya, zaman sekarang ada seperti alat untuk katanya tasbih digital menghitung berapa kali, ana takutnya masuk dalam perkara ini, lebih baik kita menghitung memuhasabah kesalahan kita daripada menghitung Hasanah tersebut dan yakinlah bahwasanya Hasanah tersebut tidak akan disia-siakan oleh Allah subhanahu wata'ala.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy Bab Kitab Fadhul Islam]