Halaqah 123: Pembahasan Dalil Terakhir Atsar Ibnu Mas’ud
Halaqah yang ke-123 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Atsar yang terakhir yang disebutkan oleh beliau didalam bab ini, dan ini adalah atsar yang terakhir dalam kitab ini yaitu atsar dari Abdullah bin Mas’ud
وَقَالَ الدَّارِمِيُّ
Berkata ad-Darimiy yaitu didalam sunannya
أَخْبَرَنَا الحَكَمُ بْنُ المُبَارَكِ، أَنبَأَنَا عَمْرُو بْنُ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي، يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِيهِ
Berkata ad-Darimiy, telah mengabarkan kepada kami Al-Hakam ibnul mubarok, telah mengabarkan kepada kami ‘Amr ibn Yahya, beliau mengatakan aku mendengar bapakku menceritakan dari bapaknya, berarti kakek dari ‘Amr ibn Yahya. Ini adalah lafadz yang disebutkan oleh ad-Darimiy.
Kemudian beliau mengatakan
قَالَ: كُنَّا نَجْلِسُ عَلَى بَابِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ: كُنَّا نَجْلِسُ
Beliau menceritakan kami sedang duduk
عَلَى بَابِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
kami sedang duduk di depan pintunya Abdullah bin Mas’ud, berati bukan hanya sendiri saat itu, dia dan juga para thullabul ‘ilm yang lain duduk bersama di depan pintunya Abdullah bin Mas’ud
قَبْلَ صَلَاةِ الغَدَاةِ
yaitu sebelum datangnya waktu shalat subuh, sebelum shalat subuh mereka sudah menunggu di depan rumahnya Abdullah bin Mas’ud ingin mengambil faedah dari perjalanan beliau dari rumahnya menuju ke masjid
فَإِذَا خَرَجَ؛ مَشَيْنَا مَعَهُ إِلَى المَسْجِدِ
Apabila beliau keluar maka kami biasanya berjalan bersama beliu menuju ke masjid, tentunya dengan dhawabit yang disebutkan Syaikh Sholeh al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala, jangan sampai kita mentaḥrij beliau sehingga justru malah menyusahkan beliu dalam berjalan, seharusnya bisa berjalan lancar dengan cepat justru karena saling berdesak-desakan malah justru bukan menghormati beliau tapi menghinakan ‘alim tersebut, sendalnya copot misalnya, sampai jatuh, kesandung-sandung, ini bukan ihtiram tapi justru ihana kepada ‘alim tersebut
فَجَاءَنَا أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
kemudian ketika kami dalam keadaan seperti itu datanglah Abu Musa Al Asy’ari, dan Abu Musa Al Asy’ari saat itu adalah sebagai Hakim, beliau sebagai Amir dan Abdullah bin Mas’ud sebagai ‘alimnya, muftinya, dua-duanya adalah dua sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di kufah maka Abu Musa sebagai amirnya dan Abdullah bin Mas’ud di sini sebagai Muftinya.
Datang amir ini, gubernurnya datang sebelum subuh ke rumah Abdullah bin Mas’ud kemudian dia bertanya
فَقَالَ: أَخَرَجَ إِلَيْكُمْ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟
Apakah Abu ‘Abdurrahman sudah keluar kepada kalian, berarti Abu Musa Al Asy’ari tahu kebiasaan murid-muridnya Abdullah bin Mas’ud di waktu tersebut, yaitu menunggu keluarnya Abdullah bin Mas’ud dan ini menunjukkan bahwasanya Amir tadi juga bangun sebelum subuh, ini zaman yang penuh dengan kebaikan saat itu, baik hukkamnya mahkumnya semuanya di atas ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala
قُلْنَا: لَا
kami mengatakan belum keluar
فَجَلَسَ مَعَنَا
maka Abu Musa Al Asy’ari ikut duduk bersama kami, bukan terus misalnya gedor pintu karena beliau adalah gubernur kemudian semaunya saja membangunkan orang atau menyuruh orang lain keluar, tidak. Tawadhu’nya beliau, beliau juga ikut menunggu bersama murid-muridnya Abdullah bin Mas’ud
فَجَلَسَ مَعَنَا
beliau pun duduk bersama kami menunjukkan keutamaan Abu Musa Al Asy’ari
فَلَمَّا خَرَجَ؛ قُمْنَا إِلَيْهِ جَمِيعًا
maka ketika beliau keluar akhirnya kami menyambut beliau semuanya, قُمْنَا إِلَيْهِ maksudnya berdiri kepada beliau, berarti berjalan menuju beliau, ini tidak masalah, yang dilarang kalau sampai alqiyamu lahu, berdiri karena beliau.
Misalnya ada orang berjalan, dianggap dia adalah orang yang terhormat, sebelumnya kita duduk kemudian kita berdiri lahu ini tidak boleh, tapi kalau alqiyamu ilaihi, bangun ilaihi maksudnya menyambut beliau tidak masalah, kita sedang duduk di rumah kalau ada tamu kita berdiri menyambut beliau di pintu tidak masalah.
Mereka akhirnya berdiri ilaihi, yaitu bangun menuju kepada Abdullah bin Mas’ud
فَقَالَ لَهُ أَبُو مُوسَى
maka berkata kepadanya Abu Musa
يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ! إِنِّي رَأَيْتُ فِي المَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ
Wahai Abu Abdurrahman, kunyah dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya aku baru saja melihat di masjid, berarti sebelumnya Abu Musa Al Asy’ari seorang gubernur di waktu tersebut berada di dalam masjid, aku melihat di sana ada sebuah perkara yang aku ingkari, maksudnya adalah tidak pernah aku melihatnya baik bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bersama kalian wahai para sahabat, أَنْكَرْتُهُ aku tidak pernah melihat yang demikian
وَلَمْ أَرَ – وَالحَمْدُ لِلَّهِ – إِلَّا خَيْرًا
dan Alhamdulillah aku tidak melihat kecuali kebaikan, Abu Musa Al Asy’ari tidak ada melihat di sana orang yang main musik atau orang yang minum-minuman keras di waktu sebelum subuh tadi tapi mereka di dalam mesdjid dalam keadaan beribadah, ini menunjukkan bagaimana kesungguhan diwaktu seperti itu mungkin jam 2, jam 1, mereka dalam keadaan berkumpul di mesjid melakukan ibadah tadi
قَالَ: فَمَا هُوَ؟
Abdullah bin Mas’ud mengatakan فَمَا هُوَ apa yang engkau lihat tadi
فَقَالَ: إِنْ عِشْتَ فَسَتَرَاهُ
Abu Musa mengatakan kalau engkau masih hidup niscaya engkau akan melihat yang demikian, ini menunjukkan bagaimana ketergantungan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sampai perjalanan dari rumah menuju mesjid tidak yakin kalau itu mereka masih bisa hidup sampai sana, sehingga mengatakan إِنْ عِشْتَ kalau engkau masih hidup engkau akan melihatnya. Bagaimana mereka terus memikirkan al-maut sehingga tidak yakin bahwa dia akan masih dalam keadaan hidup meskipun hanya jaraknya dekat antara rumah dengan masjid.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy Bab Kitab Fadhul Islam]